”KEBENARAN” FOUDA; KECELAKAAN ILMIAH"
Asep Sobari, Lc*
Penulisan sejarah ditentukan oleh tiga faktor penting yang sangat menentukan bobot kajian sejarah, yaitu materi, metodologi dan interpretasi, karena ketiganya tidak hanya menjamin otentisitas dan obyektivitas penulisan sejarah, tapi juga dapat menampilkan sejarah sebagai unsur dinamis dalam kehidupan nyata. Namun seiring dengan memudarnya tradisi keilmuan di kalangan umat Islam, penulisan sejarah Islam justru banyak dilakukan oleh kaum orientalis dan murid-muridnya yang membela propaganda mereka. Padahal menurut Muhammad Quthb, karya-karya mereka memiliki kelemahan dari sisi metodologi, jauh dari tanggung jawab ilmiah, dan diwarnai motivasi untuk mewujudkan tujuan tertentu yang tersembunyi di dalam dada orang-orang yang tidak menginginkan agama Islam berkembang dengan baik (1995 : 17). Dalam karya-karya Orientalis, kredibilitas para sahabat Nabi saw. sebagai fundamen aktif peradaban Islam, tidak hanya dipertanyakan, melainkan sedang diruntuhkan secara sistematis.
Penulisan sejarah ditentukan oleh tiga faktor penting yang sangat menentukan bobot kajian sejarah, yaitu materi, metodologi dan interpretasi, karena ketiganya tidak hanya menjamin otentisitas dan obyektivitas penulisan sejarah, tapi juga dapat menampilkan sejarah sebagai unsur dinamis dalam kehidupan nyata. Namun seiring dengan memudarnya tradisi keilmuan di kalangan umat Islam, penulisan sejarah Islam justru banyak dilakukan oleh kaum orientalis dan murid-muridnya yang membela propaganda mereka. Padahal menurut Muhammad Quthb, karya-karya mereka memiliki kelemahan dari sisi metodologi, jauh dari tanggung jawab ilmiah, dan diwarnai motivasi untuk mewujudkan tujuan tertentu yang tersembunyi di dalam dada orang-orang yang tidak menginginkan agama Islam berkembang dengan baik (1995 : 17). Dalam karya-karya Orientalis, kredibilitas para sahabat Nabi saw. sebagai fundamen aktif peradaban Islam, tidak hanya dipertanyakan, melainkan sedang diruntuhkan secara sistematis.
Itulah yang dilakukan Farag Fouda dalam bukunya, Kebenaran yang Hilang: Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslimin. (edisi kedua, Agustus: 2008). Buku yang diterbitkan Yayasan Wakaf Paramadina bersama Penerbit Dian Rakyat ini, tidak hanya berusaha menjatuhkan kredibilitas individu para sahabat dengan mengangkat fakta-fakta lemah yang menurutnya selama ini ditutup-tutupi, melainkan juga menghapus karya kolektif generasi sahabat dalam bidang politik dan sosial dari lembaran sejarah. Buku Fouda ini kerap menggunakan fakta yang lemah, mengabaikan fakta yang lebih kuat, melakukan kecurangan, tidak mencantumkan rujukan, dan bahkan metodologi kajiannya rancu.
Seandainya langkah-langkah destruktif ini dilakukan oleh non muslim (baca: orientalis), barangkali akan lebih mudah disikapi. Tetapi Fouda berkebangsaan Mesir dan mengaku sebagai orang Islam, sehingga tak pelak lagi karyanya yang provokatif akan menimbulkan dampak yang luar biasa besar. Setidaknya, umat menjadi bingung dan mulai meragukan kebenaran sejarahnya sendiri, atau bahkan lebih parah lagi, mereka akan mengidap amnesia sejarah dan kehilangan jati diri, karena tidak lagi dapat bercermin dan mengambil pelajaran dari model generasi paling ideal sepanjang zaman.
Seandainya langkah-langkah destruktif ini dilakukan oleh non muslim (baca: orientalis), barangkali akan lebih mudah disikapi. Tetapi Fouda berkebangsaan Mesir dan mengaku sebagai orang Islam, sehingga tak pelak lagi karyanya yang provokatif akan menimbulkan dampak yang luar biasa besar. Setidaknya, umat menjadi bingung dan mulai meragukan kebenaran sejarahnya sendiri, atau bahkan lebih parah lagi, mereka akan mengidap amnesia sejarah dan kehilangan jati diri, karena tidak lagi dapat bercermin dan mengambil pelajaran dari model generasi paling ideal sepanjang zaman.
Dengan masuknya buku Fouda dalam tumpukan buku yang dapat dinikmati oleh para pembaca di tanah air, distorsi serajah Islam di Indonesia kini memulai babak baru. Kajian sejarah Farag Fouda, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan al-Fitnat al-Kubra karya Thaha Husain. Tapi buku semacam itu kini tidak lagi dipandang terpinggirkan, melainkan sedang dibawa kedalam arus, atau membuat arus baru pandangan kesejarahan di Indonesia, karena dipromosikan oleh kalangan intelektual dan akademik sekaliber Guru Besar Sejarah! Prof. DR. Azyumardi Azra dan Prof. DR. Ahmad Syafii Maarif menulis komentar dalam sampul buku Fouda yang menilainya sebagai kajian sejarah yang obyektif, autentik dan komprehensif.
Akhirnya umat Islam dihadapkan kepada sebuah tantangan besar, yaitu bagaimana melakukan upaya pelurusan sejarah agar generasi muslim di masa depan bangga dengan kegemilangan sejarahnya yang terlalu sulit dicari tandingan dalam sejarah umat manusia. Muhibbuddin al-Khathib menjamin upaya ini sangat mungkin ditempuh dan mudah, asalkan asbabnya terpenuhi, yakni memiliki kemampuan yang mememadai untuk menilai kuat dan lemahnya sumber-sumber sejarah, dan kecerdasan yang mumpuni untuk menyimpulkan fakta kejadian sebenarnya, sehingga dapat mengambil sumber berita yang benar dan memisahkannya dari tambahan-tambahan fiktif. Dan yang paling penting, interpretasi terhadap sejarah tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang takut, yaitu takut yang tumbuh dari keyakinan dan pengetahuan mendalam terhadap sunnah-sunnah Allah, Orang-orang itu adalah ulama, atau Uli al-abshar dan Uli al-Albab, yaitu mereka yang mampu menggabungkan kekuatan takwa dengan kecerdasan Intelektualnya.
* Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) Jakarta.